.alert { background: #01DF01; text-align: left; padding: 5px 5px 5px 5px; border-top: 1px dotted #223344;border-bottom: 1px dotted #223344;border-left: 1px dotted #223344;border-right: 1px dotted #223344;}

music

musik
Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info
Read more: http://impoint.blogspot.com/2013/02/menambahkan-memasang-widget-musik-mp3-di-blog.html#ixzz2USMhKFj5 Dilarang copy paste artikel tanpa menggunakan sumber link - DMCA Protected Follow us: @ravdania on Twitter | pemakan.worell on Facebook

Rabu, 19 September 2012

MANFAAT POHON KELAPA

PEMANFAATAN POHON KELAPA A. KELAPA SAWIT. Kelapa sawit merupakan perkebunan bersekala internasional yang banyak menyumbang devisa Negara maupun daerah, seperti yang ada di wilayah kabupaten Ogan Komering Ilir yang merupakan kawasan perkebunan kelapa sawit, baik yang milik perusahaan maupun perkebunan rakyat (PER). Tanaman kelapa sawit sangat banyak memberikan manfaat bagi masyarakat, secara umum kelapa sawit diolah oleh perusahaan untuk dijadikan bahan minyak goreng, kompos, tenaga uap, pakan ternak dan ada sebagian masyarakat pelepah sawit dijadikan kerajinan tangan dan lain sebagainya . Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak goreng, minyak industri, pakan ternak dan saat ini dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit dan banyak sekali dijumpai di kawasan pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan papua. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua dunia setelah Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2010 ini Indonesia akan menempati posisi pertama. Untuk Kabupaten Bengkalis, luas lahan perkebunan sawit (tahun 2007) adalah 99.600 hektar dengan produksi 189,7 ribu ton. Ini berarti produktivitas lahan sawit di kabupaten Bengkalis hanya sekitar 2 ton per luas lahan sawit. Dengan angka diatas, maka industri perkebunan sawit di Kabupaten Bengkalis menyumbang lebih Rp 100 miliar per tahun atau rata-rata mencapai Rp 8-10 per bulan. (Sumber Wikipedia dan Deptan 2010). Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dapat memiliki tinggi pohon hingga 24 meter dan berumur kurang lebih 25 tahun. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman aren, hanya saja dengan duri yang agak pendek sisa-sisa dari daun dan durinya apabila mengenai manusia terkadang membuat bengkak dan bernanah. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah dapat berumur hingga 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa, dan dari sekian banyak jenis yang menempel pada batang kelapa sawit sangat bermanfaat sekali bagi masyarakat dan tanaman sawit itu sendiri. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan. (Sumber Wikipedia dan Deptan 2010). Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang dalam setiap buah mirip dengan buah jambe namun menempel dalam satu tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah yang tersimpan dalam serabut di tiap biji sawit. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya maka buah tersebut siap untuk dipenen dan di olah untuk diambil minyaknya. Dalam pengelolaan tandan kelapa sawit terbagi menjadi 4 bagian terpisah, yang pertama, minyak, tandan kosong (sisa hasil pemerasan buah segar), serabut, cangkang, dan inti sawit sebesar biji kopi. Buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapisan: a. Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. b. Mesoskarp, serabut buah c. Endoskarp, cangkang pelindung inti Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula). (Sumber Wikipedia dan Deptan). B. HABITAT DAN MANFAAT LIMBAH KELAPA SAWIT Tanaman kelapa sawit sangat memerlukan iklim yang tropis karena kelapa sawit dapat menyerap air dengan kapasitas besar, seperrti lahan gambut sangat cocok untuk ditanami kelapa sawit, untuk jarak antar pohon dalam perkebunan kelapa sawit adalah sekitar 6x4m, dan untuk bagian pada lahan miring harus digunakan teras siring. Kelapa sawit dapat diambil buahnya kurang lebih 6 tahun tergantung Janis bibit yang ditanam. Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU – 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit. (Sumber Wikipedia dan Deptan). 1. Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit (CPO Parit) Minyak sayur yang berasal dari kelapa sawit harus melalui beberapa tahapan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan setandar nasional Indonesia (SNI). Untuk mendapatkan minyak yang berkualitas, dalam pemetikan buah harus yang sudah masak atau buah berwarna merah, hal ini bertuajuan untuk memaksimalkan kadar air dalam serabut kelapa yang diperas untuk diambil minyaknya, selain itu juga menghindari buah yang menghitam (buah Busuk) bertujuan untuk menjaga kualitas minyak agar tidak menghitam dan berbauk. Minyak kelapa sawit yang sudah diolah menjadi bahan setengan jadi kemudian dikirim keperusahaan pengelolah minyak baik dalam maupun luar negeri. Energi berkaitan langsung dengan pertumbuhan Poduk Domestic Bruto (PDB) suatu negara indikatornya kita kenal dengan koefisien elastisitas penggunaan energi. Untuk negara Indonesia koefisien elastisitas penggunaan energi adalah 1,84 %. Ini artinya untuk meningkatkan PDB 1% maka energi yang diperlukan harus naik 1,84%. Dengan angka penggunaan energi sebesar ini maka Indonesia dikatakan sebagai negara yang paling boros dalam penggunaan energi jika dibandingkan dengan negara lain apalagi dengan negara maju. Sumber energi utama di Indonesia berasal dari minyak bumi. Sektor yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah sektor pertanian, industri, dan transportasi yang setiap tahunnya mendapat subsidi dari pemerintah. Pada sektor tersebut biasanya menggunakan sumber energi berasal dari bahan bakar minyak (BBM) yaitu minyak diesel. (Afrizal dalam googel.com 09 2010). Sejak menjadi negara pengimpor minyak bumi pada tahun 2005 maka subsidi untuk bahan bakar minyak semakin membebani pemerintah Indonesia. Jika selama ini bahan bakar minyak menjadi sumber pemasukan bagi negara maka sejak tahun 2005 malah menjadi sumber pengeluaran utama bagi negara. Hampir sepertiga dari kebutuhan minyak bumi di negara ini harus di impor dari luar negeri, produksi minyak bumi Indonesia 1 juta barel perhari sedangkan kebutuhannya 1,3 juta barel perhari. Melihat keadaan seperti ini maka pemerintah mulai melirik sumber energi alternatif yang mampu menyumbang devisa bagi negara. Sumber energi yang mulai di lirik adalah gas alam, batu bara, panas bumi, energi sinar matahari, energi samudra hingga bahan bakar nabati (BBN). Namun sekarang ini sudah mulai diadakan penanaman pohon-pohon yang dapat menghasilkan minyak sebagai biodesel, diantaranya, pohon jarak, eceeng gondok, kotoran sapi, dan juga kelapasawit, namun yang dapat diandalkan sekarang ini adalah kelapa sawit karena melihat Indonesia merupaakan penghasil kelapasawit terbesar dan sangat mungkin dapat memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri apabila kelapasawit diolah juga sebagai penghasil biodiesel. Bahan bakar nabati mendapat perhatian dari pemerintah karena di Indonesia tersedia cukup untuk keperluan ekspor dan dalam negeri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BPPT sumber bahan bakar nabati yang ada di Indonesia cukup banyak yaitu 30 jenis tanaman. Di antara 30 jenis tanaman tersebut yang paling memungkin di pakai sebagai sumber bahan bakar nabati ada dua jenis tanaman yang layak dikembangkan ditinjau dari aspek teknis dan aspek ekonomi yaitu kelapa sawit (Palm Oil) dan jarak pagar (Curcas Jatropa). Kedua jenis tanaman ini sangat familiar bagi masyarakat Indonesia karena tanaman sawit merupakan penghasil minyak mentah sawit yang kita kenal dengan Crude Palm Oil atau CPO. Tanaman jarak pagar sudah dikenal sejak zaman penjajahan Jepang yang digunakan sebagai minyak pelumas untuk mesin perang tentara Jepang pada perang dunia ke-2 dan minyak mentah yang dihasilkan oleh minyak jarak dikenal dengan nama Curcas Jatropa Oil atau CJO. Kedua tanaman ini memang sangat mungkin menjadi bahan pengganti minya bumi dan batu bara kalau melihat prospek tanaman ini sangat banyak di Indonesia. Bahan bakar nabati yang diolah dari kedua tanaman ini kita kenal dengan biodiesel. Walaupun cuma 30 persen tapi produksi biodiesel berbahan baku dari kelapa sawit lebih menjanjikan dari tanaman jarak karena ketersediaan sawit lebih banyak, harga minyak sawit agak stabil di pasaran dunia, selain itu minyak sawit dijadikan sebagai komiditas makanan. Hal tersebut belum berlaku bagi tanaman jarak karena belum teruji dalam komersil dan masih dalam percobaan. Maka untuk strategi jangka pendek dan menengah digunakan CPO sebagai bahan baku untuk biodiesel. Jika biodiesel diproduksi dari CPO maka akan mengganggu pasokan untuk keperluan industri lain yang berbasiskan CPO misalnya industri minyak goreng, margarin, surfaktan, industri kertas, industri polimer dan industri kosmetik. Selain itu kapasitas pabrik yang dibangun harus dalam skala besar dan harus terintegrasi dengan industri CPO. Skala yang ideal yang minimum untuk pembangunan biodiesel dengan berbahan baku biodiesel adalah 100 ribu ton per tahun dengan laju pengembalian modal sekitar 6 tahun. Angka ini akan sulit terealisasi mengingat industri lain juga membutuhkan CPO dalam jumlah yang besar. Tantangan yang lain bagi pengembangan industri biodiesel adalah harga CPO dan bahan baku pendukung lainnya cenderung naik, harus bersaing dengan BBM konvensional yang sewaktu-waktu harganya bisa jatuh. Karena harga BBM konvensional tergantung pada situasi politik di Timur Tengah, jika kondisi politik di Timur Tengah telah stabil maka harga minyak akan jatuh kembali. Mengingat krisis seperti ini pernah terjadi pada dekade 70-an terjadi embargo minyak bumi. Selain itu adanya persaingan dengan penghasil biodiesel utama di Eropa yaitu negara Jerman dengan kapasitas produksi 2 juta ton pertahun. Sebagian besar paten proses pengolahan biodiesel di pegang oleh negara Jerman. Melihat kondisi seperti ini perlu dilakukan inovasi untuk pengolahan biodiesel. Maka alternatif yang dipakai untuk pembuatan biodiesel adalah menggunakan limbah dari produksi CPO atau yang lebih dikenal dengan nama CPO parit. Untuk terrealisasinya progam peralihan bahan bakar alam ke bahan bakar nabati maka Indonesia harus menggambil beberapa langkah untuk menghindari jatuhnya pasokan minyak dalam negeri dan meningkatnya harga minyak dunia seperti yang terjadi pada waktu yang lalu mencapai 140 per barel, Indonesia harus menghilangkan ketergantungan dengan Negara-negara penghasil minyak terutama Negara timur tengah. Pada tahun 2005 Indonesia punya 360 pabrik CPO dengan produksi 11,6 juta ton dan dihasilkan limbah cair sebanyak 0,355 juta ton. Limbah cair kelapa sawit memiliki BOD sebesar 25.000 mg/l, COD sebesar 50.000 mg/l dan pH 4,2 (bersifat asam) limbah ini akan menimbulkan masalah bagi lingkungan hidup jika dibuang secara langsung. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup batasan limbah yang dibuang ke alam adalah 100 mg/l untuk BOD, 350 mg/l untuk COD dan kisaran pH sebesar 6 – 9. Jika limbah cair ini dimanfaatkan untuk keperluan produksi biodiesel dengan perkiraan hilang sebesar 10% maka kemungkinan FAME yang akan dihasilkan sebesar 0,320 juta ton yang bisa diolah menjadi 7,093 juta liter biodiesel/tahun. (Afrizal dalam googel.com 09 2010) Kelebihan pembuatan biodiesel dengan bahan baku limbah cair CPO adalah sebagai berikut: 1. Meniadakan pencemaran limbah terhadap pencemaran air tanah dan sunagai. 2. Transfer Pricing karena penggunaan biodiesl berbahan baku ini akan menekan pokok produksi CPO. Harga solar untuk keperluan industri per 1 Juli 2006 Rp 6.321,22 – Rp 6.595,70 per liter (berdasarkan suplai point). Apabila Pabrik CPO menggunakan Biodisel berbahan baku ini, maka biaya yang dikeluarkan hanya Rp. 4.785,00 perliter (harga standar yang dibuatkan untuk biodiesel mutu standar) harga ini dapat ditekan lagi karena CPO parit hanya Rp.300,00 perliter. Harga ini dapat ditekan lagi jika terjadi kontrak tetap dengan pabrik CPO yang ada karena akan dapat terbantu terhadap solusi limbah cair yang di hasilkan. 3. Memperoleh CDM (clean development mechnism). 4. Bisa di bangun terintegrasi dengan pabrik CPO karena berfungsi sebagai pengolah limbah. Propinsi Riau merupakan daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia yaitu dengan produksi 3,3 juta ton pertahun atau hampir 30 persen dari total produksi sawit Indonesia. Dengan angka produksi sebesar ini maka CPO parit yang dihasilkan adalah 0.1065 juta ton atau 106,5 ribu ton. Jika dibangun pabrik biodiesel dengan menggunakan CPO parit di Riau dan terintegrasi dengan pabrik CPO maka akan mengurangi angka pengangguran. Mengingat pabrik CPO di Riau berjumlah 118 buah, jika di asumsikan satu pabrik biodiesel menyerap tenaga kerja 20 orang maka jumlah tenaga kerja yang terserap adalah 2.360 orang. Sebuah peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan bisa memininalisir angka kemiskinan di Riau. (Afrizal dalam googel.com 09 2010) 2. Limbah sawit untuk pupuk kompos. Manfaat kelap sawit yang lain adalah kandungan pupuk kompos yang diperolah dari buah segar dari pabrik yang sudah diambil minyaknya, dari hail pengamatan di laboratorium kimia Universitas Muhammadiyah Malang, serabut kelapa sawit (tandan kosong) memiliki kandungan KCL yang sangat tinggi sehingga dapat menghemat penggunaan pupuk kimia oleh petani. Berdasarkan hasil keterangan dari petani kelapa sawit KUD Rahayu Bakti Kecamatan Mesuji Raya Kabupaten OKI kelompok 11 bapak suyanto mengatakan bahwa: “ penggunaan pupuk kompos dari sampah kelapa sawit memang sangat bagus sekalai, setelah saya mengetahui kandungan KCL pada sampah kelapa sawit hasil uji laburatorium kelapa sawit di Unmuh Malang, dan juga hasil perkebunan saya semakin meningkat beratnya semakin bertambah dan kesuburannya semakin meningkat, kebun saya dalam satu kelompok hasil paling banyak, dan sekarang ini sudah hampir 4 tahun saya tidak menggunakan pupuk kimia, dalam 2 hektar hamper 50 truk pupuk kompos dari kelapa sawit, hasilnya sekarang dapat dibandingkan antara yang memakai pupuk kimia dengan pupuk kompos sangat jauh berbeda”. Berdasarkan laporan analisis Laboratorium kimua Universitas Muhammadiyah Malang dengan No Surat 356/LK-B/VII?2007, maka hasilnya seperti pada table diwah ini. Tabel Hasil Analisis Kimia Sampel Tanah dan Solid (limbah kelapa sawit) Parameter satuan Tanah Solid 1 2 1 2 Nitrogen (N) -% 0,303 0.312 0.632 0.616 Phosphor (P2 O5) -% 0.0599 0.0497 0.6284 0.5507 Kalium (K2O) -% 0.0699 0.0699 0.4317 0.4118 Boron (BO3) -% 0.024 0.037 0.104 0.089 Sumber: Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang 20007 3. TKKS untuk pupuk organik Limbah padat tandan kosong sawit (TKS) di Indonesia diperkirakan 2.7 juta ton pada tahun 1999, limbah ini berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi tinggi. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai pupuk (bahan pembenah tanah) dari hasil analisis menunjukan bahwa TKS memiliki kandungan hara sebesar 42.8% C, 2,90% K2O, 0,80% N, 0,22%, P2O5, 0,30% dan MgO dan unsure-unsur mikro antaralain 10 ppm B, dan 23 ppm Cu (Singh et al 1990) dalam Buana tanpa tahun. Aplikasi TKS secara langsung sebagai mulsa diperkebunan kelapa sawit secara umum dapat meningkatkan N, P, K Ca, Mg, C-organik dan KTK tanah. Tandan kosong kelapa sawit daoat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah Pemanfaatan Limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Ada beberapa alternatif Pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut : a. Pupuk Kompos Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Pada prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C / N yang mendekati nibah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman. (Budak Bangka 2010) b. Pupuk Kalium Tandan kosong kelapa sawit sebagai Limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40%, K2O, 7%P2O5, 9%CaO, dan 3%MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200ppmFe, 1.00 ppm Mn, 400 ppmZn, dan 100 ppmCu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton kiersit; dan 0,7ton TSP. dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 – 9. (Budak Bangka 2010) c. Bahan Serat Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan bahan pengepak industri. d. Tenaga uap. Sampah hasil pengilingan kelapa sawit yang berupa serabut (sisa tandan buah sawit yang sudah terpisah antara cangkang sawit dan juga biji sawit, kemudian sampah tersebut dimanfaatkan sebagai sumber tenaga uap yang berfungsi untuk tenaga penggerak mesin sebagai bahan pengganti bahan bakar solar. Tenaga uap merupakan tenaga altenatif yang dapat digunakan apabila sampah sisa penggilingan kelapa sawit berlebihan dan hal ini dilakukan pada saat proses penggilingan berlangsung, sampah kelapa sawit sangat menghemat energy bahan bakar karena dapat membantu keberlangsungan pengelolaan buah kelapa sawit segar menjadi minyak kelapa sawit setengah jadi (CPO) Sisa dari pembakaran setelah digunakan sebagai tenaga uap dapat juga digunakan sebagai pupuk organic yang berupa abu, selain itu juga dapat dijual sebagai bahan mencuci perabot rumah tangga. e. Pengerasan jalan. Kelapa sawit yang seudah melalui proses pengilingan akan keluar terpisah-pisah dengan isinya, seperti, terpisah dengan tandan kelapa sawit, tempurung kelapa dan juga biji atau inti sawit. Untuk tempurung kelapa sawit selain dapat digunakan sebagai campuran tenaga uap selain itu juga dapat digunakan sebagai pengerasan jalan yang berlumpur. f. Tempurung buah sawit untuk arang aktif Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain industri minyak, karet, gula, dan farmasi. g. Pelepah kelapa sawit Pelepah kelapa sawit memiliki banyak kegunaan bagi masyarakat sehingga dapat menambah pendapatan masyarakat sekitar. Pemanfaatan pelepah kelapa sawit diantaranya adalah 1. Pakan ternak. Batang kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak sapai seperti banyak yang dilakukan oleh para petani sawit yang memiliki ternak sapai, tetapi battang kelap sawit tidak begitu saja di potong lalu diberikan ke sapi melainkan memerlukan proses pencacahan yang hhalus sehingga dapat dikunyah oleh sapi. Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan uap. 2. Kerajinan tangan (kere). Batang kelapa sawit selain dapat digunakan sebagai bahan makan ternak sapi, bahan ini juga dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan yaitu kere, bahan yang digunakan adalah kulit dari batang kelapa sawit yang diambil dan dihaluskan selebar 5cm. Dikabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) masyarakat yang banyak memiliki kerajinan tangan kere dari batang sawit adalah sebagian besar masyarakat pribumi, karena kerajinan tangan ini merupakan kerajinan warisan nenek moyang yang pada jaman dahulu membuat kere dengan bahan rotan, karena rotan sudah sulit didapat maka berganti dengan kulit batang kelapa sawit. Bahan kerajinan kere yang berasal dari kulit betang kelapa sawit ini sudah banyak dijual pada tingkat local maupun nasional. 3. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat. 4. Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai papan partikel. Dari setiapbatang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m3. Kebun dan pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah padat dan cair dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara optimal. Serat dan sebagian cangkang sawit biasanya terpakai untuk bahan bakar boiler di pabrik, sedangkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya sekitar 23% dari tandan buah segar yang diolah, biasanya hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman kelapa sawit (Goenadi et al., 1998). Pemanfaatan dengan cara tersebut hanya menghasilkan nilai tambah yang terendah di dalam rangkaian proses pemanfaatannya. Proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 1. Dari 1 ton TBS yang diolah dapat diperoleh CPO sebanyak 140 – 220 kg. Proses ini membutuhkan energi sebanyak 20–25 kWh/t dan 0.73 ton steam (uap panas). Proses pengolahan ini akan menghasilkan limbah padat, limbah cair dan gas. Limbah cair yang dihasilkan sebanyak 600–700 kg POME (Palm Oil Mill Effluent). Limbah padat yang dihasilkan adalah serat dan cangkang sebanyak 190 kg dan 230 kg TKKS segar (kadar air 65%). Selain itu juga dihasilkan limbah emisi gas dari boiler dan incenerator (Lacrosse, 2004). Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010. Potensi energi yang dapat dihasilkan dari produk samping sawit dapat dilihat dari nilai energi panas (calorific value). Nilai energi panas (calorific value) dari beberapa produk samping sawit ditunjukkan pada Tabel 2. Produk samping yang memiliki nilai energi panas tinggi adalah cangkang dan serat. Cangkang dan serat (fibre) dimanfaatkan sebagian besar atau seluruhnya sebagai bahan bakar boiler PKS. Produk samping yang lain belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi. TKKS yang juga memiliki nilai energi panas cukup tinggi saat ini banyak dimanfaatkan sebagai mulsa atau diolah menjadi kompos. Sebagian PKS masih membakar TKKS dalam incinerator untuk mengurangi volume limbah TKKS, walaupun sudah dilarang sejak tahun 1996. Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010. Tabel 2. Nilai energi panas (calorific value) dari beberapa produk samping sawit (berdasarkan berat kering). Rata-rata calorific value (kJ/kg) Kisaran (kJ/kg) TKKS 18 795 18 000 – 19 920 Serat 19 055 18 800 – 19 580 Cangkang 20 093 19 500 – 20 750 Batang 17 471 17 000 – 17 800 Pelepah 15 719 15 400 – 15 680 Sumber: Ma et.al. (2004) Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010. TKKS adalah limbah biomassa yang potensial sebagai sumber energi terbarukan. TKKS dapat digunakan sebagai bahan bakar generator listrik. Sebuah PKS dengan kapasitas pengolahan 200_000 ton TBS/tahun akan menghasilkan seba-nyak 44_000 ton TKKS (kadar air 65%)/tahun. Nilai kalor (heating value) TKKS kering adalah 18.8 MJ/kg, dengan efisiensi konversi energi sebesar 25%, dari energi tersebut ekuivalen dengan 2.3 MWe (megawatt-electric). TKKS dapat juga dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas walaupun proses pengolahannya lebih sulit daripada biogas dari limbah cair. Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010. Di samping itu, limbah padat dapat juga diproses menjadi briket arang sebagai sumber energi terbarukan. Dengan teknologi yang relatif sederhana, pemanfaatan limbah padat menjadi briket arang merupakan suatu pilihan yang sangat realistis dan prospektif. Menurut Loebis dan Tobing (1989), limbah cair PKS berasal dari air kondensat rebusan (150–175 kg/ton TBS), air drab (lumpur) klarifikasi (350–450 kg/ton TBS) dan air hidroksiklon (100-150 kg/ton TBS). PKS dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam menghasilkan limbah cair sebanyak 360–480 m3 per hari dengan konsentrasi BOD rata-rata sebesar 25_000 mg/l. Limbah cair tidak dapat dibuang langsung ke perairan, karena akan sangat berbahaya bagi lingkungan. Saat ini umumnya PKS menampung limbah cair tersebut di dalam kolam-kolam terbuka (lagoon) dalam beberapa tahap sebelum dibuang ke perairan. Secara alami limbah cair di dalam kolam akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Gas-gas tersebut antara lain adalah campuran dari gas methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini sebenarnya adalah biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Potensi biogas yang dapat dihasilkan dari 600–700 kg POME kurang lebih mencapai 20 m3 biogas (Lacrosse, 2004). Penelitian pemaanfaatan POME untuk menghasilkan biogas saat ini menjadi perhatian banyak pihak. Selain sebagai sumber energi, teknologi biogas ini juga dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010 C. POTENSI PERKEBUNAN SAWIT UNTUK PRODUK ENERGI PENGGANTI SUMBER DAYA ALAM. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam memanfaatkan produk samping sawit sebagai sumber energi. Seperti diketahui, kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditi yang mengalami perkembangan yang terpesat. Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju sekitar 11% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun. Pada awal tahun 2001–2004, luas areal kelapa sawit dan produksi masing-masing tumbuh dengan laju 3.97% dan 7.25% per tahun, sedangkan ekspor meningkat 13.05% per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2005). Sampai dengan tahun 2020, industri kelapa sawit Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh, walau dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan periode sebelum tahun 2000. Sampai dengan tahun 2010, produksi CPO diperkirakan akan meningkat antara 5%–6%, sedangkan untuk periode 2010–2020, pertumbuhan produksi diperkirakan berkisar antara 2%–4% (Susila, 2004). Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010. Volume produksi CPO tersebut dihasilkan dari 205 pabrik kelapa sawit yang sebagian besar berlokasi di Sumatera (177 pabrik), dan lainnya di Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Sebagai ilustrasi, produksi TBS Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan sebesar 53_762 juta ton TBS. Produksi ini akan terus meningkat dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 64_000 juta ton TBS. Dari produksi TBS tahun 2004 dapat diperkirakan produksi POME sebanyak 32_257 – 37_633 juta ton dan TKKS sebanyak 12_365 juta ton. Jumlah ini sangat melimpah dan berpotensi besar sebagai sumber energi terbarukan. Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010. Potensi produksi biogas dari seluruh limbah cair tersebut kurang lebih adalah sebesar 1075 juta m3. Nilai kalor (heating value) biogas rata-rata berkisar antara 4700–6000 kkal/m3 (20–24 MJ/m3) (CTL, 2004). Dengan nilai kalor tersebut 1075 juta m3 biogas akan setara dengan 516_000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta liter minyak tanah, dan 5052.5 MWh listrik. TKKS juga memiliki potensi energi yang besar sebagai bahan bakar generator listrik. TKKS sebanyak 12_365 juta ton berpotensi menghasilkan energi sebesar 23_463.5 juta MWe. Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010. Alternatif lain pemanfaatan limbah padat kelapa sawit yang paling sederhana untuk Indonesia adalah menjadikannya briket arang. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki sifat tersebut dengan cara pemadatan melalui pembriketan, pengeringan dan pengarangan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah merancang bangun paket teknologi untuk produksi briket arang dari limbah sawit, baik tandan kosong maupun cangkang sawit. Pada dasarnya ada dua metode pembuatan briket arang, yaitu (i) bahan baku-penggilingan-pengayakan-pembriketan-pengarangan, dan (ii) bahan baku-pengarangan-penggilingan-pengayakan-pembriketan. Untuk limbah sawit ternyata metode kedua lebih sesuai untuk menghasilkan briket arang yang bermutu tinggi. TKKS dan cangkang sawit memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga untuk proses pengarangannya juga memerlukan tungku yang berbeda. Untuk TKKS, proses pengarangan lebih sesuai dilakukan dalam tungku vertikal, sedangkan untuk cangkang sawit lebih baik dilakukan proses pengarangan pada tungku horisontal. Rendemen yang dihasilkan dari proses pengarangan tersebut adalah 25–30%. Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010. Proses pembriketan limbah sawit dapat dilakukan dengan mesin pembriket tipe ulir dengan kapasitas 1 ton per hari. Mesin ini menghasilkan briket arang berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan panjang 10–30 cm. ukuran ini sesuai dengan briket arang komersial yang dibuat dari serbuk gergaji. Briket arang sawit memiliki keunggulan yaitu permukaannya halus dan tidak meninggalkan warna hitam apabila dipegang. Karakteristik briket arang yang terbuat dari TKKS dan cangkang sawit sangat berbeda, seperti yang terlihat pada Tabel 3. Briket arang TKKS memiliki kadar abu yang lebih tinggi, sedangkan kadar kalor dan karbon terikatnya lebih rendah. Ditinjau dari segi kalor, kedua briket arang tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk briket arang kayu yaitu minimal 5000 kalori/gram. Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010. Tabel 3. Karakteristik Briket Arang dari TKKS dan Cangkang SawitNo Karakteristik Briket arang tandan kosong sawit Briket arang cangkang sawit 1 Kadar air, % 9.77 8.47 2 Kadar abu, % 17.15 9.65 3 Kadar zat terbang, % (volatile matter) 29.03 21.10 4 Kadar karbon terikat, % (fixed carbon) 53.82 69.25 5 Keteguhan tekan, kg/cm2 2.10 7.82 6 Nilai kalor, kal/g 5_578.00 6_600.00 Sumber Didiek H dkk 2008 D. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI ENERGI TERBARUKAN DARI PRODUK SAMPING SAWIT Potensi biomassa dari produk samping sawit sebagai sumber energi terbarukan mulai dikembangkan di beberapa negera produsen sawit utama. Malaysia sebagai salah satu negera produsen CPO utama telah mengembangkan teknologi produksi biogas dari POME. Dari sisi teknologi Malaysia lebih maju daripada Indonesia dalam mengembangkan teknologi ini. Sejak tahun 2001 Malaysia melaksanakan program pengembangan energi terbarukan yang disebut dengan Small Renewable Energy Programe (SREP) (Yeoh, 2004). Salah satu energi terbarukan yang dikembangkan dalam program ini adalah pengembangan biogas dari POME (Ma et al, 2003). Saat ini mereka telah berhasil mengembangkan bioreaktor untuk produksi biogas dari POME. Bumibiopower (Pantai Remis) Sdn. Bhd. adalah salah satu perusahaan di Malaysia yang melaksanakan proyek untuk mengembangkan pabrik produksi biogas dari POME (Mitsubishi Securities, 2004). Pabrik ini direncanakan akan mengolah POME dari salah satu pabrik kelapa sawit yaitu Pantai Remis Paml Oil Mill. Biogas yang dihasilkan juga akan digunakan untuk generator listrik dengan kapasitas 1 MW – 1.5 MW. Didiek H,dkk.2008. dalam www.google.com 2010 COGEN bekerjasama dengan ASEAN melaksanakan proyek pengembangan energi terbarukan dari limbah biomassa sebanyak 8 proyek ( 3 proyek di Thailand, 3 proyek di Malaysia, dan 2 proyek di Singapura). Proyek ini memanfaatkan limbah biomassa, salah satunya adalah TKKS, sebagai bahan bakar generator listrik. Proyek pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar listrik dilaksanakan oleh TSH Bio Energy Sdn Bhn di Sabah, Malaysia. Kapasitas listrik yang dihasilkan adalah sebesar 14 MW (Lacrosse, 2004). Pengembangan produk samping sawit sebagai sumber energi terbarukan masih tertinggal dibandingkan negera-negara lain. Menurut Abdullah (2004) dari total potensi biomassa (TKKS termasuk di dalamnya) sebesar 178 MWe baru sekitar 0.36% yang dimanfaatkan. Melalui Kep.Men. No. 1122 K/30/MEM/2002 tentang Distribusi Pembangkit Listrik Skala Kecil, Indonesia mulai mengembangkan energi terbarukan. Tahun 2005 Indonesia mendapatkan bantuan sebesar $ US 500.000 dollar dari ADB (Bank Pembangunan Asia) untuk mengembangkan energi terbarukan dari limbah cair kelapa sawit (Kompas, 27 Desember 2004). www.google.com 2010. A. PEMANAFAATAN POHON KELAPA Tanaman pohon kelapa pada umumnya banyak kita jumpai di daerah pantai. Khususnya di Indonesia pohon kelapa memiliki banyak manfaat dari pada pohon kelapa sawit. Produksi buah kelapa Indonesia rata-rata 15,5 milyar butir/tahun atau setara dengan 3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton arang tempurung, 1,8 juta ton serat sabut, dan 3,3 juta ton debu sabut (Agustian et al., 2003; Allorerung dan Lay, 1998; Anonim, 2000; Nur et al., 2003; APCC, 2003). Industri pengolahan buah kelapa umumnya masih terfokus kepada pengolahan hasil daging buah sebagai hasil utama, sedangkan industri yang mengolah hasil samping buah (by-product) seperti; air , sabut, dan tempurung kelapa masih secara tradisional dan bahan baku untuk membangun industri pengolahannya masih sangat besar. Tidak hanya dari segi jumlah, dari segi jenis produk hilirpun, pengolahan hasil buah kelapa juga masih mempunyaipeluang cukup besar. www.google.com. 2010. Daging buah kelapa yang selama ini hanya diolah menjadi kopra, crude coconut oil (CCO), dan minyak goreng, mempunyai peluang dikembang-kan menjadi industri oleochemical, oleofood, desicated coconut, dan lain-lain produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Rumokoi dan Akuba, 1998; BNI 1946, 1990). Demikian juga halnya dengan hasil samping buah, sabut menjadi industri serat sabut, cocopeat, tempurung menjadi tepung tempurung, karbon aktif, dan air kelapa menjadi nata de coco. Bahan tersebut merupakan bahan baku pada industri; matras, kasur, pot, kompos kering, aneka makanan dan lain sebagainya (Richtler dan Knaut, 1984; Istina et al., 2003). Karena semua yang ada pada pohon kelapa dapat dijual, maka kalau hanya memfokuskan pengolahan buah kelapa pada daging buah saja menyebabkan harga kelapa tertinggi hanya mencapai rata-rata Rp 1.500,-/butir, yang artinya pendapatan petani kelapa dengan kepemilikan rata-rata 0,5 ha hanya mencapai Rp 3.750.000,-/tahun, pendapatan yang sangat rendah untuk petani dapat hidup layak. Salah satu usaha untuk meningkatkan pen-dapatan petani kelapa adalah dengan mengolah semua komponen buah menjadi produk yang bernilai tinggi, sehingga nilai buah kelapa akan meningkat. Sebagai contoh tempurung kelapa, kalau diolah menjadi arang tempurung harganya US$ 175/ton, kalau diolah menjadi arang aktif harganya mencapai US$ 742/ton, ini berarti peningkatan nilai arang tempurung ke arang aktif sebesar US$ 567/ton atau 324% (PKAO, 1989). Dengan demikian nilai ekonomi kelapa tidak lagi berbasis kopra (daging buah), seperti di Philipina, dari total ekspornya (US$ 920 juta) 49% diantaranya berasal bukan dari CCO tetapi dari hasil olahan lain termasuk pengolahan hasil samping(Allorerung et al., 1998). www.google.com 2010. Dari data yang dihimpun oleh Asia Pasific Coconut Community (APCC, 2001) bahwa konsumsi kelapa segar dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia mencapai 8,15 milyar butir (52,6%), dengan konsumsi per kapita per tahun sebanyak 37 butir. Sisanya sebanyak 7,35 milyar butir (47,4%) diolah menjadi 1,43 juta ton kopra (Agustian et al., 2003; Rindengan dan Karaow, 2003). Dari 1,43 juta ton kopra di atas 85-90% diolah menjadi crude coconut oil (CCO) dan sisanya (10-15%) untuk olahan lanjutan. Dari angka-angka ini menunjukkan bahwa kegunaan buah kelapa beragam dengan pengguna yang juga tersebar. Hal ini menyebabkan bahan baku hasil samping kelapa tersebar, sehingga memerlukan strategi, kelembagaan dan implikasi yang tepat untuk membangun industri hilir tersebut. a. Batang Pohon Kelapa. Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari keluarga Arecaceae. Ia adalah satu-satunya spesies dalam genus Cocos, dan pohonnya mencapai ketinggian 30 m. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah pohon ini yang berkulit keras dan berdaging warna putih. Pohon kelapa biasanya tumbuh di pinggir pantai. Kelapa adalah pohon serba guna bagi masyarakat tropika. Hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan orang. Akar kelapa menginspirasi penemuan teknologi penyangga bangunan Cakar Ayam (dipakai misalnya pada Bandar Udara Soekarno Hatta). Batangnya, yang disebut glugu dipakai orang sebagai kayu dengan mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan untuk rumah, selain itu juga pohon kelapa dapat dijadikan sebagai kerajinan tangan, seperti asbak, dan juga perabotan rumah tangga yang lain karena serat pohon kelapa memiliki nilai seni yang tinggi. b. Buah Kelapa. Tanaman kelapa disebut juga tanaman serbaguna, karena dari akar, buah sampai ke daun kelapa memiliki banyak manfaat, demikian juga dengan buahnya. Buah adalah bagian utama dari tanaman kelapa yang berperan sebagai bahan baku industri. Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa, daging buah kelapa dan air kelapa. Mutu bahan baku dari buah kelapa dipengaruhi oleh karakter fisiko-kimia komponen buah kelapa, yang secara langsung dipengaruhi oleh jenis dan umur buah kelapa; secara tidak langsung oleh lingkungan tumbuh dan pemeliharaan. Lingkungan tumbuh yang sesuai dan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan bahan baku bermutu untuk diolah lebih lanjut (Rindengan et al., 1995; Tenda et al., 1999). Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Sabut, bagian mesokarp yang berupa serat-serat kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman tali, keset, serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok, yang sebetulnya adalah bagian endokarp, dipakai sebagai bahan bakar, pengganti gayung, wadah minuman, dan bahan baku berbagai bentuk kerajinan tangan. Endosperma buah kelapa yang berupa cairan serta endapannya yang melekat di dinding dalam batok ("daging buah kelapa") adalah sumber penyegar populer. Daging buah muda berwarna putih dan lunak serta biasa disajikan sebagai es kelapa muda atau es degan. Cairan ini mengandung beraneka enzim dan memilki khasiat penetral racun dan efek penyegar/penenang. Beberapa kelapa bermutasi sehingga endapannya tidak melekat pada dinding batok melainkan tercampur dengan cairan endosperma. Mutasi ini disebut (kelapa) kopyor. Daging buah tua kelapa berwarna putih dan mengeras. Sarinya diperas dan cairannya dinamakan santan. Daging buah tua ini juga dapat diambil dan dikeringkan serta menjadi komoditi perdagangan bernilai, disebut kopra. Kopra adalah bahan baku pembuatan minyak kelapa dan turunannya. Cairan buah tua kelapa biasanya tidak menjadi bahan minuman penyegar dan merupakan limbah industri kopra. Namun demikian dapat dimanfaatkan lagi untuk dibuat menjadi bahan semacam jelly yang disebut nata de coco dan merupakan bahan campuran minuman penyegar. c. Daun dan tandan buah kelapa. Daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan, sapu lidi dan juga sebagai bahan pembungkus makanan (ketupat, lepet dan lain-lain). Daun muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh masyarakat Jawa dan Bali dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan tangan yang berdiri sendiri (seni merangkai janur). Tangkai anak daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu. Daun pohon kelapa merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masayrakat Bali, karena setiap haru masayrakat bali selalu membuat sesaji dengan tempat anyaman dari daun kelapa, kebutuhan tersebut banyak didatangkan dari pulau jawa. Daun kelapa dapat dibuat menjadi berbagai macam benda. Misalnya bingkai lemari, hiasan janur, keranjang sampah, sapu lidi, sarang ketupat, tatakan, dan tempat buah. Sementara pucuk daunnya dapat dibuat makanan, seperti asinan. Kemudian manggar atau pangkal pelepahnya dapat dimanfaatkan untuk membuat ragi dan gula. Sementara pelepah keringnya dapat dibuat kipas, sandal, tas tangan, dan topi. Tandan bunganya, yang disebut mayang (sebetulnya nama ini umum bagi semua bunga palma), dipakai orang untuk hiasan dalam upacara perkawinan dengan simbol tertentu (temu manten dalam adat jawa). Bunga betinanya, disebut bluluk (bahasa Jawa), dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira atau legèn (bahasa. Jawa), dapat diminum sebagai penyegar atau difermentasi menjadi tuak, legend. d. Akar kelapa Akar kelapa dapat bermanfaat untuk kehidupan. Akar ini bisa dijadikan zat pewarna pada perabotan rumah tangga. Bisa juga dimanfaatkan untuk obatobatan (dalam ukuran atau takaran tertentu). e. Sabut kelapa Serabut kelapa yang telah dibuang gabusnya dapat digunakan untuk pelapis jok dan kursi, serta pembuatan tali. Tempurung kelapa juga dapat digunakan untuk arang batok. Arang batok ini dapat digunakan sebagai “kayu bakar”. Bisa juga diolah menjadi arang aktif yang diperlukan oleh berbagai keperluan industri pengolahan. Tak hanya itu saja, tempurung kelapa juga bisa dijadikan kancing, aksesori kotak perhiasan, dan sebagainya. B. BAGIAN DARI KELAPA Secara umum, kelapa terdiri atas tiga jenis, yaitu kelapa Dalam, kelapa Genjah, dan kelapa Hibrida. Ketiga jenis kelapa ini berbeda saat mulai berbuah, jumlah produksi buah, dan komposisi kimia buah. Faktor yang sangat mempengaruhi mutu bahan baku hasil samping kelapa adalah komposisi kimia buah. a. Kelapa Dalam kandungan selulosa, pentosa, lignin, dan arang, pada tempurung serta sabut lebih tinggi dari pada kelapa Genjah dan Hibrida, sedangkan kelapa Genjah dan Hibrida kadar abunya yang lebih tinggi. Kondisi ini menyebabkan untuk industri arang dan serat sabut mutu buah kelapa dalam lebih baik dibandingkan dengan buah kelapa Genjah dan Hibrida. Untuk industri air kelapa ke tiga jenis kelapa ini tidak jauh berbeda. Umur buah menunjukkan tingkat pertumbuhan buah kelapa, dimulai pada bulan ketiga, berat buah maksimum dicapai pada bulan ke tujuh, sedangkan volume pada bulan ke delapan. Tempurung terbentuk pada bulan ke tiga dan mencapai maksimum pada bulan ke sembilan. Daging buah mulai terlihat pada bulan ketujuh dan mencapai berat maksimum pada bulan ke duabelas. Pada bulan ke tujuh pada saat berat buah maksimum proporsi komponen buah terdiri atas 62% sabut, 7% tempurung, 1% daging buah, sisanya adalah air. Pada saat panen (12 bulan), proporsi berat basah sabut 56%, tempurung 17%, daging buah 27%; proporsi berat kering sabut 42%, tempurung 28%, dan daging buah 30% .www.google.com 2010 Mutu tertinggi dari produk hasil samping akan tercapai pada saat umur buah 13 bulan terkecuali untuk nata de coco, pada umur demikian pertumbuhan buah sudah berhenti, kadar air pada sabut sudah turun dan kandungan abu juga rendah. Sedangkan untuk nata de coco pada umur 13 bulan kandungan minyak pada air kelapa mulai meningkat yang menyebabkan rendahnya mutu nata de coco. C. KERAJINAN DARI BUAH KELAPA a. Produk dari Sabut Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung serat-serat halus yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat tali, karung, pulp, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi jok kursi/mobil dan papan hardboard. Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30% serat. Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potasium (Rindengan et al., 1995) India dan Sri Lanka adalah produsen terbesar produk-produk dari sabut dengan volume ekspor tahun 2000 masing-masing 55.352 ton dan 127.296 ton dan masing-masing terdiri atas 6 dan 7 macam produk seperti terlihat pada Gambar 2. Pada saat yang sama, Indonesia hanya mengekspor satu jenis produk (berupa serat mentah) dengan volume 102 ton. Angka ini menurun tajam dibandingkan ekspor tertinggi pada tahun 1996 yang mencapai 866 ton (Ditjenbun, 2002; BPS, 2002). www.google.com.2010 Produk primer dari pengolahan sabut kelapa terdiri atas serat (serat panjang), bristle(serat halus dan pendek), dan debu abut. Seratdapat diproses menjadi serat berkaret, matras,geotextile, karpet, dan produk-produk kerajinan/industri rumah tangga. Matras dan serat berkaretbanyak digunakan dalam industri jok, kasur, danpelapis panas. Debu sabut dapat diproses jadikompos dan cocopeat, dan particle board/hardboard.Cocopeat digunakan sebagai substitusi gambutalam untuk industri bunga dan pelapis lapangangolf. Di samping itu, bersama bristle dapat diolahmenjadi hardboard (Nur et al., 2003; Allorerung etal., 1998). Permintaan cocopeat diperkirakan akanmeningkat tajam karena di samping tekanan isulingkungan yang berkait dengan penggunaangambut alam juga karena mutu produk yangternyata lebih baikdaripada gambut alam. Eksporserat sabut Indonesia pernah mencapai 866 ton,sedangkan 2 tahun terakhir hanya mencapai 191ton/tahun. Sedangkan cocopeat datanya belumtersedia, namun sebagai gambaran, setiapmemproduksi serat sabut sebanyak 1 tonbersamaan dengan itu dihasilkan 1,8 cocopeat.Harga cocopeat Rp. 400,-/kg. www.google.com 2010. b. Produk dari Tempurung Berat dan tebal tempurung sangat ditentu-kan oleh jenis tanaman kelapa. Kelapa dalam mempunyai tempurung yang lebih berat dantebal daripada kelapa Hibrida dan kelapa Genjah.Tempurung beratnya sekitar 15-19% bobot buahkelapa dengan ketebalan 3-5 mm. Komposisikimia tempurung terdiri atas; Selulosa 26,60%,Pentosan 27,70%, Lignin 29,40%, Abu 0,60%,Solvent ekstraktif 4,20%, Uronat anhidrat 3,50%,Nitrogen 0,11%, dan air 8,00% (Ibnusantoso,2001). Tempurung kelapa yang dulu hanya digunakan sebagai bahan bakar, sekarang sudahmerupakan bahan baku industri cukup penting. Produk yang dihasilkan dari pengolahan tempurung adalah arang, arang aktif, tepung tempurung dan barang kerajinan. Arang aktif dari tempurung kelapa memiliki daya saing yang kuat karena mutunya tinggi dan tergolong sumber daya yang terbarukan. Selain digunakan dalam industri farmasi, pertambangan, dan penjernihan, arang aktif juga digunakan untuk penyaring atau penjernih ruangan untuk menyerap polusi dan bau tidak sedap dalam ruangan. Berdasarkan data ekspor tahun 2003, Indonesia ternyata lebih banyak mengekspor dalam bentuk arang tempurung (56%), sedangkan negara lain dalam bentuk arang aktif (APCC, 2000; APCC, 2001; APCC, 2003) www.google.com 2010. Peningkatan ekspor arang tempurung dan arang aktif dalam kurun waktu 10 tahun terakhir masing-masing 13,86% untuk arang tempurung dan 6,1% untuk arang aktif. Jumlah ekspor saat ini untuk arang tempurung dan arang aktifmasing-masing 29.493 ton dan 11.553 ton. www.google.com 2010 c. Produk dari Air Kelapa Volume air yang terdapat pada kelapa Dalam sekitar 300 ml, kelapa Hibrida 230 ml, dan kelapa Genjah 150 ml. Air kelapa dimanfaatkan untuk pembuatan minuman ringan, jelly, ragi, alkohol, nata de coco, dextran, anggur, cuka, ethyl acetat, dan sebagainya. Komposisi kimia air kelapa adalah; specific grafity 1,02%, bahan padat 4,71%, gula 2,56%, abu 0,46%, minyak 0,74%, protein 0,55%, dan senyawa khlorida 0,17%. Air kelapa yang dapat diolah untuk menghasilkan beberapa produk bernilai ekonomi seperti minuman ringan, cuka, dan nata de coco. Nata de coco sendiri selain sebagai makanan berserat, juga dapat digunakan dalam industri akustik. Saat ini baru nata de coco yang telah berkembang mulai dari skala industri rumah tangga hingga industri besar (Tenda et al., 1999). Rendahnya pendapatan petani kelapa selama ini disebabkan produk yang dihasilkan hanya merupakan produk utama seperti kopra dan kelapa butir. Sementara sebagian besar kopra digunakan untuk kebutuhan bahan baku pengolahan minyak kelapa (CCO) dalam negeri yang perkembangannya tidak pesat; dan kelapa butir untuk memenuhi permintaan konsumsi rumah tangga dan industri lain yang peningkatannya juga tidak terlalu besar. Minyak kelapa sebagian besar di ekspor, tetapi peningkatan permintaan dunia tidak terlalu tinggi, malah sepuluh tahun terakhir stok minyak kelapa dunia mencapai 13,0% - 15,90% atau 386.100–508.100 ton/tahun. Hal ini merupakan salah satu alasan betapa sulitnya industri kelapa untuk berkembang, kalau hanya mengandalkan kopra dan minyak kelapa saja. Philippina, Srilanka, dan India adalah negara-negara yang sudah mengolah lebih hilir produk kelapa, baik produk utamanya (kopra,minyak kelapa, dan kelapa parut kering) maupun hasil samping (sabut tempurung dan air). Indonesia juga sudah mengolahnya, namun sebatas produk hasil samping yang masih berupa produk ”intermediate” seperti serat, arang dan nata de coco. Untuk mengembangkan usaha hasil samping buah kelapa di Indonesia, diperlukan strategi, kelembagaan dan implementasi berbagai faktor penunjangnya. Pohon kelapa termasuk pohon yang serba guna. Buah dan airnya bisa dikonsumsi, daunnya bisa dibuat hiasan janur atau sebagai kulit ketupat,bahkan orang di pedesaan biasa menggunakan batang pohon kelapa yang panjang dan liat bisa sebagai jembatan. Bukan itu saja, setelah buah dan airnya dikonsumsi, batoknya dapat digunakan sebagai arang pembakar. Bahkan minyak goreng yang biasa digunakan untuk memasak terbuat dari sari buah kelapa. Pokoknya,serba bermanfaat deh. D. MANFAAT DARI AIR KELAPA MUDA Ada banyak manfaat dari kelapa, dipercaya kahsiatnya dapat membantu mengobati berbagai macam penyakit. Air kelapa kopyor baik dikonsumsi oleh Ibu hamil, dikalangan masyarakat dipercaya air kelapa dapat membuat si jabang bayi dalam perut berkulit putih bersih. Air kelapa juga selain untuk pengobatan, ternyata juga berkhasiat untuk kesehatan. Berikut berbagai penyakit yang dapat diobati dengan air kelapa : a. Gatal-gatal Rendam satu genggam beras dalam air kelapa muda yang masih berada dalam tempurung selama 5-7 jam hingga beras terasa asam. Lalu giling beras itu hingga halus (menjadi tepung). Kemudian oleskan bahan tersebut pada bagian tubuh yang gatal, eksim, luka, atau telapak kaki pecah. Lakukan setiap hari selama 3-4hari. b. Luka bakar Campurkan sejumput bubuk kunyit dan air kapur sirih dengan air kelapa. Oleskan bahan tersebut pada bagian yang terkena luka baker. c. Demam berdarah Minum air kelapa mudah hijau yang dicampur dengan air perasan jeruk nipis secara teratur. d. Cacingan pada anak Berikan air kelapa muda yang diberi sedikit sari jeruk sitrun kepada anak yang mengalami gangguan cacingan. e. Kelelahan,letih, lesu Minum air kelapa mudah hijau yang dicampur sedikit gula,tambahkan es jika perlu.(yayat. KabariNews.com) E. KHASIAT KELAPA BAKAR Siapa sih yang tidak kenal dengan kelapa ? Air kelapa jika diminum dalam keadaan dingin terasa sangat nikmat dan dapat melepas dahaga. a. Air kelapa adalah air yang sangat steril, murni, dan mengandung banyak khasiat. Kemurnian air kelapa diraih dari filterisasi 9 bulan (air dari tanah melalui akar, batang dan akhirnya tersimpan di dalam kelapa). b. Air kelapa sebenarnya adalah minuman Isotonik alami, memiliki kadar elektrolit seperti yang terdapat di dalam darah manusia. Bahkan di banyak tempat di belahan dunia ketiga, air kelapa masih dipakai sebagai cairan infus darurat. Manfaat dan khasiat dari pada air kelapa : a. Air kelapa mengandung lebih banyak nutrisi dibandingkan dengan susu sapi dan mengandung lebih sedikit lemak dan kolesterol. b. Air kelapa lebih sehat daripada sari jeruk. Karena memiliki kandungan kalori yang lebih sedikit. c. Air kelapa lebih baik dari pada susu formula bayi, karena memiliki kandungan asam lauric seperti yang terdapat di ASI. d. Air kelapa sangat steril dan alami e. Air kelapa adalah minuman isotonik alami. f. Air kelapa mengandung lebih banyak potasium daripada minuman energi atau sport lain. g. Air kelapa mengandung kadar garam yang lebih sedikit daripada minuman energi atau sport lain. h. Air kelapa mengandung gula alami bukan buatan. i. Air kelapa dapat membantu memperlambat penuaan. j. Air kelapa membantu meningkatkan kekebalan tubuh. k. Air kelapa baik untuk fungsi ginjal dan kantung kemih. F. PENGOLAHAN SABUT KELAPA Di dalam pengolahan serat sabut, pengem-bangan industri ini haruslah ditunjang dengan kelayakan teknis terutama ketersediaan pasokan bahan baku sabut kelapa. Setiap satu alat pengolah sabut sederhana ini haruslah ditunjang oleh minimal 54,5 ha tanaman kelapa yang setara dengan 5.450 pohon kelapa. Mendapatkan areal kelapa seluas tersebut di atas dalam satu hamparan sangat sulit, sehingga bahan baku harus dikumpulkan dari areal yang terpencar-pencar dan memerlukan biaya dalam pengumpulannya. Keadaan ini makin sulit dengan beragamnya produk yang dihasilkan petani. Petani yang menghasilkan kopra sebagai produk utamanya tidak akan menyisakan sabut dan tempurung karena digunakan untuk pengasapan kelapa; sehingga yang tersisa hanya air kelapa. Selain itu infrastruktur yang belum baik di setiap lokasi juga merupakan faktor kesulitan dalam pengembangan usaha hasilsamping. Bahan baku sabut kelapa diharapkan pada petani yang menjadikan butiran kelapa sebagai produk utamanya, karena kelapa dijual dalam bentuk kelapa tanpa sabut, di mana sabutnya tinggal di areal. Keterangan ini memberi indikasi bahwa luas areal kelapa yang diperlukan untuk memenuhi bahan baku satu unit alat pengolah sabut dari 5.450 pohon kelapa dapat tersebar pada luas wilayah 300 ha (jumlah petani kelapa 80%, dan yang menjadikan kelapa butiran sebagai produk utamanya 44%). Faktor lain yang sangat penting dalam pengembangan industri sabut rakyat ini adalah jaminan pemasaran produk sabut yang dihasilkan mengingat pada umumnya tidak ada pasar lokal atau konsumen sabut kelapa yang dekat dengan lokasi industri ini. Hasil kajian mengenai industri pengolahan produk samping kelapa menunjukkan bahwa industri sabut, arang, dan nata de coco yang telah dilakukan oleh petani dengan penerapan teknologi sederhana, layak secara finansial, dengan B/C ratio 1,11 – 3,58 dan IRR 23 – 76%. Hasil analisis sensitivitas industri sabut menunjukkan kapasitas berjalan minimal 1.090 butir/hari, yang berarti untuk menjalankan satu unit pengolahan sabut diperlukan bahan baku sebanyak 1.090 butir/hari. Oleh karena itu penempatan industri pengolahan sabut perlu mempertimbangkan ketersediaan kebun kelapa yang mampu menyediakan bahan baku tersebut secara kontinu. Kontinuitas ketersediaan bahan baku tersebut juga berpengaruh terhadap harga bahan baku. Harga maksimal untuk dapat menjalankan industri sabut secara kontinu adalah Rp 75,-/kg. Pada tingkat harga di atas harga tersebut, industri pengolahan sabut tidak layak dilaksanakan. Dari sisi harga produk, tingkat harga minimal yang masih layak untuk industri sabut adalah Rp 750,-/kg. Rendahnya akses pasar yang menyebabkan biaya transportasi relatif tinggi sering menyebabkan tingkat harga yang diterima petani jauh di bawah harga pasar, merupakan disinsentif bagi pelaku industri ini. Aspek teknis alat pengolah sangat menentukan kualitas hasil olahan. Yang banyak terjadi, kualitas serat sabut yang dihasilkan oleh industri rakyat tidak sesuai dengan standar kualitas yang diminta oleh konsumen, dan hal ini dijadikan alasan oleh calon pembeli untuk menentukan harga dan bahkan menolak membeli produk yang sudah dihasilkan petani. Oleh karena itu pembinaan dan pengawasan terhadap produsen alat pengolah juga mutlak perlu mendapat perhatian dinas perindustrian setempat. Untuk pengolahan sabut pengembangannya diarahkan kepada petani yang memproduksi kelapa butiran sebagai hasil utamanya, dengan luasan wilayah tidak kurang dari 300 ha, dengan infrastruktur yang baik untuk menunjang kelancaran transportasi bahan baku. Di dalam pengolahan sabut, kegiatan ini harus dipadukan dengan pengolahan debu sabut menjadi kompos yang teknologinya sederhana, sehingga diperoleh pendapatan tambahan. Sebagai gambaran satu ton serat sabut yang dihasilkan, terdapat lebih kurang 1,8 ton debu sabut. Harga debu sabut Rp. 400,- G. PENGOLAHAN TEMPURUNG KELAPA Hampir 60% butir kelapa yang dihasilkan dikonsumsi dalam bentuk kelapa segar, di mana sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ini berarti tempurung sisa berada di sekitar pasar sebagai limbah pasar. Untuk memproduksi 1 kg arang dari tempurung diperlukan tempurung dari 10 butir kelapa. Kalau satu drum untuk pengolahan tempurung kapasitasnya 100 pasang tempurung (100 butir) kelapa. Maka untuk membakar tempurung yang berasal dari penduduk sekitar pasar sebanyak 200.000 penduduk, sejumlah 1.200.000 butir (konsumsi 6 butir/kapita), diperlukan drum pembakar sebanyak 144 buah/tahun. Jumlah ini akan menghasilkan 120 ton arang per tahun. Seperti halnya industri sabut, industri arang tempurung yang ada di daerah sentra produksi kelapa juga layak secara finansial. Hasil analisis sensitivitas industri ini menunjukkan harga minimal arang Rp 352,5/kg dandibutuhkan kebun kelapa penyedia bahan baku seluas minimal 0,8 ha atau setara dengan 80 tanaman kelapa. Skala tersebut nampaknya tidak terlalu sulit dicapai, akan tetapi peluang pasar produk arang tempurung relatif kecil, sehingga untuk pengembangan industri ini perlu memperhatikan keseimbangan penawaran dan permintaan pasar secara cermat. www.google.com. Pengembangan pengolahan arang dari tempurung lokasinya harus berada di sekitar pasar tradisional, agar tidak jauh dari sumber bahan baku. Kendala dalam pengolahan arang tempurung dari limbah pasar ini adalah kondisi tempurung yang tidak utuh. Kebiasan masyarakat terutama di Jawa, memarut kelapa dilakukan setelah daging buah dipisah dengan tempurungnya. Cara pengupasan daging buah dengan tempurung adalah dengan melepas tempurung sedikit demi sedikit, sehingga tempurung menjadi kepingan-kepingan kecil. Selama ini industri pengolahan arang aktif di dalam negeri kurang berkembang. Ekspor dilakukan dalam bentuk arang tempurung oleh pengusaha menengah dengan melakukan sortasi arang yang diperoleh dari masyarakat. Hal ini menyebabkan nilai tambah yang diperoleh sangat rendah, dibandingkan jika mengolah arang sampai menjadi arang aktif; nilai tambahnya dapat mencapai lebih dari 300%. H. PENGOLAHAN AIR KELAPA Sekitar 40% butir kelapa yang dihasilkan diolah menjadi kopra (5 milyar butir/tahun), dan hasil samping yang tersisa dari pengolahan kopra adalah air kelapa, karena sabut dan tempurungnya dibakar untuk pengasapan kopra. Banyaknya jumlah air kelapa yang didapat, barangkali tidak perlu diolah semua. Jumlah pengolahan air kelapa menjadi nata de coco sangat ditentukan oleh perkembangan jumlah konsumsi yang mungkin terjadi. Persaingan di segmen minuman ini sangat tinggi, karena banyaknya macam dan merek yang beredar saat ini. Sementara penampilan nata de coco sejak awal sampai sekarang tidak mengalami perubahan. Oleh sebab itu di daerah yang akan dikembangkan pengolahan nata de coco perlu dilakukan survei pasar terlebih dahulu. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh perusahaan menengah dan besar. Dalam pengembangan industri nata de coco di tingkat petani, di samping kelayakan finansial, hal yang perlu lebih dipertimbangkan adalah kepercayaan konsumen dan keterandalan jaringan pemasaran produk yang dihasilkan. Industri nata de coco yang ada di tingkat petani umumnya dalam skala kecil dengan jangkauan pasar lokal di sekitar lokasi usaha. Mengingat konsumen nata de coco adalah konsumen akhir, maka kepercayaan konsumen terhadap merk dagang sangat menentukan keberhasilan penjualan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan pembinaan kemitraan antara petani dengan pengusaha besar atau menengah yang telah memiliki merk dagang terpercaya untuk memasarkan produk petani. Untuk pengolahan air kelapa, pembinaan sebaiknya dilakukan melalui pelatihan-pelatihan untuk mendapatkan nata de coco yang sehat dan higienis. Nata de coco yang diproduksi petani dijual ke pabrikmenengah atau besar untuk mengolahnya dan memackingnya menjadi bentuk yang menarik. Dapat juga dalam pemasarannya, nata de coco dicampur dengan bahan atau makanan lain. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh pengusaha menengah dan besar.

Tidak ada komentar: