.alert { background: #01DF01; text-align: left; padding: 5px 5px 5px 5px; border-top: 1px dotted #223344;border-bottom: 1px dotted #223344;border-left: 1px dotted #223344;border-right: 1px dotted #223344;}

music

musik
Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info
Read more: http://impoint.blogspot.com/2013/02/menambahkan-memasang-widget-musik-mp3-di-blog.html#ixzz2USMhKFj5 Dilarang copy paste artikel tanpa menggunakan sumber link - DMCA Protected Follow us: @ravdania on Twitter | pemakan.worell on Facebook

Sabtu, 27 Juni 2009

Teori Pilihan Rasional (James S, Coleman)

1. Teori Pilihan Rasional (James S, Coleman)
Teori pilahan rasional umumnya berada dipinggiran aliran utama sosiologi tahun 1989 dengan tokoh yang cukup berpengaruh adalah Coleman, ia mendirikan jurnal Rationality and Society yang bertujuan menyebarkan pemikiran yang berasal dari perspektif pilihan rasional. Tori pilihan rasional (Coleman menyebutkan ”Paradikma tindakan rasional”) adalah satu-satu yang menghasilkan integrasi berbagai paradikma sosiologi. Coleman dengan yakin menyebutkan bahwa pendekatannya beroprasi dari dasar metodelogi individualisme dan dengan menggunakan teori pilihan rasional sebagai landasan tingkat mikro untuk menjelaskan fenomena tingkat makro.
Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor dimana aktor dipandang sebagai menusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan. Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor.
Teori pilihan rasional Coleman tanpak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan dan tujuan itu ditetentukan oleh nilai atau pilihan, tetapi selain coleman menyatakan bahwa untuk maksud yang sangat teoritis, ia memerlukan konsep yang lebih tepat mengenai aktor rasional yang berasal dari ilmu ekonomi dimana memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka. Ritzer (2004:394)
Ada dua unsur utama dalam teori Coleman, yakni aktor dan sumber daya. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Coleman mengakui bahwa dalam kehidupan nyata orang tak selalu berprilaku rasioanl, namun ia merasa bahwa hal ini hampir tak berpengaruh terhadap teorinya. Pemusatan perhatian pada tindakan rasional individu dilanjutkannya dengan memusatkan perhatian pada masalah hubungan mikro-makro atau bagaimana cara gabungan tindakan individu menimbulkan prilaku sistem sosial. Meski seimbang, namun setidaknya ada tiga kelemahan pendekatan Colemans. Pertama ia memberikan prioritas perhatian yang berlebihan terhadap masalah hubungan mikro dan makro dan dengan demikian memberikan sedikit perhatian terhadap hubungan lain. Kedua ia mengabaikan masalah hubungan makro-makro. Ketiga hubungan sebab akibatnya hanya menunjuk pada satu arah, dengan kata lain ia mengabaikan hubungan dealiktika dikalangan dan di antara fenomena mikro dan makro. Ritzer 2004:394-395).

2. Teori Fenomenologi (Alfred Schutz).
Alferd Schutz sebagai salah seorang tokoh teori ini bertolak dari pendangan weber pula, dimana yang terakhir ini berpendirian bahwa tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakannya itu, dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai sesuatu yang penuh arti. Pemahaman secara subjektif terhadap suatu tindakan sangat menentukan terhadap kelangsungan proses interaksi sosial. Baik bagi aktor yang memberikan arti terhadap tindakannya sendiri maupun bagi pihak lain yang mau menterjamahkannya dan memahaminya serta yang akan bereaksi atau bertindak sesuai dengan yang dimaksudkan oleh aktor. Ritzer (2009:59).
Schutz mengkhususkan perhatian kepada suatu bentuk dari subjektifitas yang disebutnya: konsep ini menunjuk pada konsep pemisahan keadaan subjektif atau secara sederhana menunjuk kepada dimensi dari kesadaran umum ke kesadaran khusus kelompok sosial yang sedang saling berintegrasi. Interseubjektivitas yang memungkinkan pergaulan sosial itu terjadi, tergantung kepada pengetahuan ten¬tang peranan masing-masing yang diperoleh melalui pengalaman yang bersifat pribadi. Konsep intersubyektivitas ini mengacu kepada suatu kenyataan bahwa kelompok-kelompok sosial saling menginterpretasi¬kan tindakannya masing-masing dan pengalaman mereka juga diperoleh melalui cara yang sama seperti yang dialami dalam interaksi secara indi¬vidual. Faktor saling memahami satu sama lain baik antar individu mau¬pun antar kelompok ini diperlukan untuk terciptanya kerja sama di hampir semua organisasi sosial. Schutz memusatkan perhatiannya kepada struktur kesadaran yang diperlukan untuk terjadinya saling bertindak atau interaksi dan saling memahami antar sesama manusia. Secara singkat dapat dikatakan bahwa interaksi sosial terjadi dan berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman tindakan masing-masing baik antar individu maupun antar kelompok.
Ada empat unsur pokok dari teori ini.
1. Perhatian terhadap aktor. Persoalan dasarnya di sini menyangkut persoalan metodologi. Bagai¬mana caranya untuk mendapatkan data tentang tindakan sosial itu subyektif mungkin. Dalam penyelidikan ilmu alam, realitas beserta hukum-hukum yang menguasainya didekati melalui metode ilmiah yang meliputi pengamatan sistematis yang dikendalikan oleh aturan yang ketat baik prosedur maupun tekniknya untuk menjamin ke¬absahan data yang diperoleh.
Penggunaan metode ini dimaksudkan puts untuk mengurangi peng¬aruh subyektivitas yang menjadi sumber penyimpangan, bias dan ketidaktepatan informasi. Menurut pandangan ahli ilmu clam hat seperti itu tidak mungkin dilakukan terhadap obyek studi sosiologi.
Tetapi pendekatan obyektif demikian dalam sosiologi sebenarnya sudah dimulai oleh Durkheim, dengan menyatakan fakta sosial se¬bagai barang sesuatu yang nyata. Secara ekstrim pendekatan ini mendesak kepada para sosiolog untuk mengumpulkan data secara obyektif tentang fakta sosial dengan mengurangi peranan kesan¬-kesan dan ide si peneliti sendiri tentang kenyataan sosial. Namun pendekatan obyektif seperti yang diterapkan dalam ilmu alam itu justru tidak akan mampu mengungkapkan kenyataan sosial secara obyektif. Alasannya demikian: Manusia yang menjadi obyek atau sasaran penyelidikan sosiologi itu bukan hanya sekedar obyek dalam dunia nyata yang akan diamati. Tetapi manusia itu sekaligus meru¬pakan pencipta dari dunianya sendiri. Lebih dari itu, tingkahla¬kunya yang tampak secara obyektif dalam artian yang nyata itu sebenarnya hanya merupakan sebagian saja dari keseluruhari ting¬kahlakunya. la menginterpretasikan tingkah lakunya sendiri.
Karena itu adalah suatu pendirian yang nail kalau ada orang yang beranggapan bahwa seseorang akan dapat memahami keseluruhan tingkah laku manusia, hanya dengan mengarahkan perhatian kepada tingkahlaku yang nampak atau yang muncul secara konkrit saja. Tantangan bagi ilmuwan sosial adalah untuk memahami makna tindakan aktor yang ditujukannya juga kepada dirinya. Bila peng¬amat menerapkan ukuran-ukurannya sendiri atau teori-teori tentang makna tindakan, dia tidak akan dapat menemukan makna yang sama di antara aktor itu sendiri. Dia tidak akan pernah mene¬mukan bagaimana realita sosial itu diciptakan dan bagaimana tin¬dakan berikutnya akan dilakukan dalam kontek pengertian mereka. Ritzer 2009:61).
2. Memusatkan perhatian kepada kenyataan yang penting atau yang pokok dan kepada sikap yang wajar atau alamiah (natural attitude). Alasannya adalah bahwa tidak keseluruhan gejala kehidupan sosial mampu diamati. Karena itu perhatian harus dipusatkan kepada gejala yang penting dari tindakan manusia sehari-hari dan terhadap sikap-sikap yang wajar.
Sebagai pemaksa terhadap tindakan individu, maka fenomenologi, mempelajari bagaimana individu ikut serta dalam proses pembentukan dan pemeliharaan fakta sosial yang memaksa mereka itu.
3. Memusatkan perhatian pada masalah mikro. Maksudnya mempelajari proses pembentukan dan pemeliharaan hubungan sosial pada tingkat interaksi tatap muka untuk memahaminya dalam hubungannya dengan situasi tertentu.
4. Memperhatikan pertumbuhan, perubahan dan proses tindakan. Berusaha memahami bagaimana keteraturan dalam masyarakat diciptakan dan dipelihara dalam pergaulan sehari-hari. Norma-norma dan aturan yang mengendalikan tindakan manusia dan yang menetapkan struktur sosial dinilai sebagai hasil interpretasi si aktor terhadap kejadian-kejadian yang dialaminya. Manusia bukanlah wadah yang pasif sebagai tempat menyimpan dan mengawaetkan norma-norma. Ritzer 2009:62).

2 komentar:

Unknown mengatakan...

terimakasih bos tulisannya sangat membantu aku dalam tugas-tugas kuliah

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.